KARAWANG | INFOKEADILAN.COM |Kasus dugaan fee 5% pokir yang sebelumnya sempat menggegerkan masyarakat Karawang yang diduga dilakukan oleh oknum anggota DPRD Karawang inisial (A) dan sempat diusut oleh pihak Kejaksaan Negeri Karawang hingga di SP3 kan oleh Kajari Karawang saat itu Martha Parulina Berliana yang menganggap kasus tersebut belum memenuhi syarat.
Tentunya hal tersebut menuai perhatian publik,bahkan praktisi Hukum di Kabupaten Karawang, diantaranya direktur LBH Aria Mandalika, Hendra Supriatna, SH, MH.angkat bicara di hadapan awak media Jumat (2/6/2023)
Menurutnya, kasus yang sudah berjalan cukup lama dan di tunggu hasilnya oleh masyarakat Karawang, malah ujung-ujungnya di SP3.
“Kalau hal ini di biarkan, maka para pelaku kejahatan akan semakin meningkat dan terus mengakar,” tegasnya.
Hendra menjelaskan, dengan adanya bukti pengakuan dan kwitansi, maka hal itu sudah menjadi dasar yang kuat untuk melakukan gugatan praperadilan.
la juga menegaskan, bahwa kasus fee 5 persen Pokir itu tidak layak di SP3 kan, dengan alasan ada pengakuan pejabat publik serta sering sekali oknum anggota dewan intervensi.
“Faktanya banyak oknum anggota dewan mendatangi dinas-dinas agar rekanan yang di tunjuk menang penujukan langsung pokir. Saat ini Aria Mandalika tengah mempersiapkan bukti
Hendra Supriatna mengungkapkan, bahwa kebijakan yang di keluarkan oleh Kajari Karawang saat itu Martha Parulina Berliana mengenai SP3 kasus dugaan fee 5 persen pokir merupakan hal yang harus di ungkap kembali.
Pasalnya menurut Hendra, kasus tersebut memiliki bukti yang sudah cukup untuk di tindak lanjuti, dengan di keluarkannya kebijakan tersebut maka ini menjadi tanda tanya yang melahirkan dugaan adanya kongkalingkong.
“Kasus tersebut sangat jelas, ada salah satu oknum anggota DPRD yang terbukti menerima uang dari rekanan kerja dan ada kwitansi pernyataan menjual pokir,” ungkap Hendra.
“Tentunya kami akan mengajukan kembali kasus ini untuk gelar perkara, karna kebijakan tersebut sangat irasional. Kami menduga ini ada main mata atau kongkalingkong,” sambungnya.
“Kami hentikan setelah dalam pemeriksaan tidak ada bukti adanya dugaan fee 5 persen. Kami sudah memeriksa puluhan orang dan tidak ada satupun yang memperkuat laporan masyarakat,” kata Martha di Karawang, Rabu (12/10/22) lalu.
Meski begitu, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ditemukan kelebihan pembayaran dari 33 titik proyek pokir sebesar Rp 425 juta. Kerugian tersebut dibebankan kepada 33 perusahaan yang menjadi penyedia jasa.
Berdasarkan laporan itu, BPK mengharuskan penyedia jasa mengembalikan uang sebesar Rp 425 juta ke kas daerah.
“Kerugian itu sudah dikembalikan sebelum kami mengumumkannya. Jadi kami sampaikan kasus pokir sudah kami hentikan,” ujar Martha saat itu.
(Ltf/Bodong)