KARAWANG | INFOKEADILAN.COM | Polemik Dede Asiah Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Karawang yang di duga jadi korban Human Traficking dan sempat viral di media sosial berharap ingin pulang ke tanah kelahiran kini seakan hilang secara perlahan bahkan pihak sponsor dan agency yang sempat menjanjikan akan memulangkan Dede Asiah tersebut pun masih menjadi misteri.
Dalam rekaman vidio yang sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu berderai air mata Dede Asiah menceritakan kisahnya minta segera di pulangkan ke tanah air, karena dirinya selain di tempatkan di daerah konflik, ia menceritakan juga bahwa pada saat itu dirinya baru sepuluh bulan melahirkan anaknya dengan operasi cesar namun bekerja terlalu berat sampai dirinya sakit – sakitan.
Yongki Hamidun suami Dede Asiah sudah melaporkan apa yang dialami istrinya ke Disnaker dan Polres Karawang. Bersama PERBUMIKA dan KP. FSP MSI juga sudah mendatangi kantor Kemenlu di Jakarta, namun hingga kini belum ada kejelasan. Mirisnya menurut keterangan pejabat Dinasker dan Kanit PPA Polres Karawang pemulangan Dede Asiah butuh tebusan hingga USD 5000.
Ketua KP. FSP MSI Benhard Nababan, S.H. saat di konfirmasi awak media via celluler menyatakan rasa keprihatinanya dengan kinerja pihak terkait saat ini “Responnya lamban dan terasa berbeda jauh dengan sistem pemerintahan pada masa lalu yang sigap dengan cepat membentuk tim satgas, bahkan pernah sampai kirim kapal untuk menjemput PMI atau ABK,” ujarnya.
“PMI itu pejuang ekonomi, pahlawan devisa yang menghasilkan remitansi Rp1,02 triliun (data 2021), juga menggerakkan roda perekonomian di daerah asalnya” kata mantan Staf Khusus Kepala BNP2TKI ini geram.
Benhard meminta agar keluarga Dede Asiah bergabung dengan keluarga korban lainnya guna membentuk semacam paguyuban atau komunitas, “Berjuang jangan sendiri – sendiri, banyak PMI yang mengalami kasus serupa di luar negeri sana” usulnya.
Pembela TKI PMI yang pernah malang melintang menjadi Tim Advokasi di CIMW, Migrant CARE dan TPBMI ini juga sudah meminta jaringan FSP MSI di daerah untuk mengumpulkan data PMI yang menjadi korban TPPO, “Bila perlu mobilisasi keluarga korban ke Jakarta, kita geruduk kantor instansi terkait,” imbuhnya.
Senada dengan Benhard Nababan, aktivis PERBUMIKA Turisno mengatakan hak bagi setiap keluarga pekerja migran Indonesia diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU No.18/2017, yaitu:
Mempeoleh informasi mengenai kondisi, masalah, dan kepulangan pekerja migran Indonesia. Menerima seluruh harta benda pekerja migran Indonesia yang meninggal di luar negeri. Memperoleh salinan dokumen dan perjanjian kerja calon pekerja migran Indonesia dan/atau pekerja migran Indonesia.
Kegagalan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan harusnya jadi cambuk memberikan layanan dan perlindungan maksimal terhadap PMI dan keluarganya.
Menanggapi pemulangan Dede Asiah yang berlarut – larut, Turisno mengatakan pihak terkait harus bisa bertanggungjawab penuh jangan tunggu – tungguan dengan sponsor atau agency yang jadi pelaku, “kan ada anggarannya di KBRI/KJRI?” pungkasnya.
(D’Sukarya/Ltf)