BEKASI |infokeadilan.com – Kabupaten Bekasi dikenal sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara dengan lebih dari 7.600 pabrik yang tersebar di 11 kawasan industri besar. Ironisnya, dari ribuan perusahaan yang beroperasi tersebut, jumlah Wajib Pajak Air Tanah (PAT) yang tercatat hanya sebanyak 354 perusahaan.
Bahkan, dari jumlah itu, 188 di antaranya izin pengambilan air tanahnya sudah habis masa berlakunya. Kondisi ini mengindikasikan lemahnya pengawasan sekaligus potensi besar terjadinya kebocoran pajak.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum LSM SNIPER, Gunawan atau yang akrab disapa Mbah Gun, menyoroti rendahnya penerimaan Pajak Air Tanah (PAT) di Kabupaten Bekasi. Menurutnya, hal itu sangat tidak sebanding dengan masifnya aktivitas industri yang setiap hari beroperasi dengan kebutuhan air tanah yang besar.
“Kabupaten Bekasi disebut-sebut sebagai kota industri, tapi ironinya penerimaan Pajak Air Tanah justru rendah sekali. Ini jelas tidak masuk akal jika dibandingkan dengan ribuan pabrik yang beroperasi dan setiap hari menyedot air tanah. Fakta di lapangan, dari 354 wajib pajak yang tercatat, lebih dari separuh izinnya sudah habis masa berlakunya, sementara jumlah industrinya lebih dari 7.600. Artinya ada ribuan perusahaan yang beroperasi tapi tidak tercatat sebagai wajib pajak air tanah. Ini bukan hanya persoalan kebocoran pajak, tapi juga lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap sumber daya air yang seharusnya dikelola untuk kemakmuran rakyat,” tegas Mbah Gun, Senin (22/9/2025).
Ia menambahkan, sebagai daerah dengan kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara, seharusnya Kabupaten Bekasi dapat memaksimalkan potensi PAD dari sektor air tanah, bukan justru mengalami kebocoran.
“Bahwa kondisi ini bukan hanya merugikan daerah dari sisi penerimaan pajak, tetapi juga memperparah kerusakan lingkungan, khususnya berkurangnya ketersediaan air tanah dan potensi amblesan tanah yang dapat mengancam masyarakat Bekasi di masa depan,” terangnya.
Padahal, sejumlah regulasi sudah mengatur kewajiban pajak dan tata kelola air tanah secara tegas. Antara lain:
•Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) yang menggantikan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
•Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah.
•Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang mewajibkan industri memperhatikan kelestarian lingkungan dalam pemanfaatan air tanah.
•Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah yang secara detail mengatur tarif, mekanisme pembayaran, dan kewajiban wajib pajak air tanah.
Dengan dasar regulasi tersebut, Mbah Gun mendesak Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk memperketat pengawasan terhadap pemanfaatan air tanah oleh industri, serta menutup celah kebocoran pajak yang merugikan daerah.
“Potensi PAT harus benar-benar menjadi sumber pendapatan daerah sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Jangan sampai Bekasi hanya jadi lumbung industri yang menguras sumber daya alam, tapi minim kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
•Wan